KARAKTERISTIK MASYARAKAT MADANI
>> Senin, 27 Oktober 2008
Jika anda ingin mengetahui tabiat manusia, lihatlah perilaku pengendara di jalanan, semuanya berebut untuk mendahului yang lain, sangat sedikit yang secara sengaja mengalah untuk memberi kesempatan kepada orang lain. Lampu merahpun sering diabaikan pengendara jika nampak tidak ada polisi di sana. Apa akibat dari perilaku egois itu ?. Akibatnya adalah kemacetan total yang menyengsarakan orang banyak.
Memang di dalam sistem kehidupan, untuk kesejahteraan hidup bersama diperlukan adanya pengorbanan dari pihak-pihak tertentu. Untuk pesta perkawinanpun ternyata harus ada ayam atau kambing yang dikorbankan, ada juru masak yang sejak kemarin tidak tidur, ada panitia yang bekerja keras dan seterusnya. Negara kita berdiri juga antara lain berkat pengorbanan para pahlawan bangsa. Jika tidak ada satu pihakpun yang bersedia mengorbankan dirinya maka sistem kehidupan menjadi macet, kenyamanan akan berubah menjadi kesumpekan. Dalam agama, kesediaan berkorban demi mengutamakan orang lain disebut itsar.
Mengutamakan orang lain meski diri sendiri dalam keadaan sulit merupakan puncak kebajikan. Keutamaan ini, seperti yang disebut al Qur'an, dicontohkan oleh penduduk kota Yatsrib (sahabat-sahabat Ansor) terhadap pengungsi ( Muhajirin) dari Makkah, yakni meski orang Madinah hidup dalam kesulitan (walau kana bihim khashashah), tetapi mereka mengutamakan membantu pengungsi yang datang dari Makkah (Muhajirin). Dengan semangat itsar itulah akhirnya dua kelompok masyarakat, yakni Ansor dan Muhajirin, dibawah bimbingan Rasul berhasil berperan sebagai pilar utama membangun masyarakat Madani , dan kota Yatsrib diubah namanya menjadi Madinah al Munawwarah (kota masyarakat berbudaya tinggi yang tercerahkan).
Kesediaan berkorban demi kesejahteraan bersama memang merupakan karakteristik masyarakat berbudaya tinggi. Krisis multi dimensi yang terjadi di negeri kita antara lain disebabkan karena kuatnya egoisme dan lemahnya itsar. Penguasa politik all out mempertahankan posisinya sambil menekan habis peluang aspirasi politik lawan, pengusaha besar mengekploitasi habis semua peluang ekonomi sambil mendesak ke pinggir peluang ekonomi kecil, birokrat memusatkan perhatiannya pada interst pribadi sambil menutup mata atas bencana yang menimpa bangsa, semuanya persis seperti perilaku pengendara lalu lintas di jalanan.
Puncak dari egoisme itulah yang menyebabkan kehidupan sekarang bagaikan kemacetan lalu lintas, macet politik, macet ekonomi dan macet budaya. Semua mengeluh tentang narkoba, tetapi semua tak berdaya untuk melakukan sesuatu, semua mengeluh tentang siaran televisi yang sangat vulgar pornografi, tetapi seperti tak ada jalan untuk menghentikannya, semua mengeluh tentang harga diri bangsa yang diinjak-injak asing, tetapi semuanya hanya berhenti pada mengeluh, bahkan semua mengeluh tentang kepemimpinan nasional, tetapi semua tejebak dalam kemacetan politik.
Untuk menghindari kemacetan, harus banyak dibuka jalan alternatif, rambu-rambu lalu lintas harus ditempatkan di tempat yang strategis dan harus dijamin efektifitasnya oleh perangkat hukum. Begitu pula dalam kehidupan secara umum. Jendela katarsis harus terbuka, sistem harus berjalan fair, dan pemihakan kepada si lemah harus melekat dalam sistem.Untuk mengarah ke sana pasti ada pihak-pihak tertentu yang harus siap berkorban. Jika semuanya tak mau berkorban, jangan berharap krisis bangsa ini akan berakhir. Wallohu a`lam.
0 komentar:
Posting Komentar